Kebudayaan
harus diiringi atau diikuti dengan peraturan yang dapat menjaga atau dapat
mengayomi semua hal yang berkaitan dengan kebudayaam. Tapi disatu sisi
peraturan atau hukum tersebut harus tidak boleh mengekang kebebasan berbudaya,
karena kebudayaan sangat bergantung pada kebebasan berpikir manusia sehingga
kebudayaan itu bisa lahir. Jadi untuk mengsinkronisasikan anatar budaya dan
hukum adalah dengan cara membiarkan kebudayaan berjalan dengan semestinya namun
jika ada yang melanggar norma hukum maka harus cepat ditindak. Oleh sebab itu
kebudayaan yang telah difilter oleh hukum akan menghasilkan sesuatu yang indah
yang disebut estetika. Estetika sangat membantu dalam pemberi warna kehidupan
sehigga hidup ini akan terasa beragam dan akan terasa lebih berwarna.
1.
Latar Belakang
Relasi
antara budaya dengan hukum positif berlaku untuk mengatur ketertiban masyarakat
adalah visualisasi dari suatu kebudayaan.Namun masalah timbul ketika hukum
tidak mencerminkan kebudayaan dari masyarakat yang diatur oleh hukum tersebut.
Dengan demikian hukum selanjutnya mencerminkan visualisasi semu dari budaya
masyarakat tersebut.Inilah yang terjadi di masyarakat kita. Kita masih melihat
masyarakat kita dan mungkin kita sendiri yang cenderung tidak tertib dan suka
melanggar hukum. Jika kita melihat realitas masyarakat yang sangat jauh dari
cita-cita hukum itu, pasti ada yang salah dari budaya kita.Dalam bahasa awam,
budaya itu adalah pandangan filosofis mengenai apa yang dipercayai dan diyakini
sebagai sesuatu yang baik dan harus dijaga. Jika kita selama ini mendapati type
kebudayaan yang penuh dengan kepura-puraan, kebudayaan yang tidak menghormati
hukum, kebudayaan yang selalu ingin untung dan berorientasi kepada materi maka
harus kita akui kebudayaan kita tidak baik.Perlu memang kita melakukan
reorientasi budaya ini dengan merubah paradigma (cara berfikir kita). Dan ada
baiknya jika kita mencoba untuk berorientasi kepada hukum dan prosedur yang
telah ada.Khan …. hukum tidak diciptakan untuk dilanggar. Hukum diciptakan
manusia untuk memperbaiki kualitas hidup manusia sebagai makhluk sosial (karena
mungkin, hukum tidak perlu ada jika manusia di dunia ini hanya
satu).Berorietasi kepada peraturan ibaratnya menata ulang lagi sirkuit robot
yang mengatur proses berfikirnya. Ini hanya gambaran yang ekstrem karena robot
itu gampang sekali diprogram, hingga dia akan selalu taat pada prosedur yang berlaku
bagi dia.Manusia tentu bukan robot, karena manusia memiliki kreatifitas dan
diskresi yang lebih luas dalam menentukan jalan hidupnya. Dan memang perlu
waktu yang panjang untuk mengubah budaya masyarakat kita, karena budaya itu
telah lama berada dalam sirkuit otak manusia.
2. Pembahasan
Budaya Hukum Dalam Masyarakat Indonesia
Mengapa perlu membudayakan hukum dalam masyarakat ? bukankah hukum merupakan bagian dari kebudayaan pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak perlu timbul oleh karena kebudayaan mencakup ruang lingkup yang sangat luas dan demikian pula halnya dengan hukum.
Masalah
pembudayaan hukum dalam masyarakat bukan saja menjadi persoalan bagi kalangan
yang membedakan atau mempertentangkan hukum dan masyarakat, akan tetapi juga
kalangan yang membedakan kaidah dengan fakta. Problematikanya sebenarnya
berkisar pada bagaimana membudayakan suatu sistem hukum yang diimport dari
masyarakat lain atau bagaimana cara melembagakan system hukum yang di
Introdukser oleh golongan yang berkuasa problem tersebut harus diatasi apabila
yang menjadi tujuan adalah mengefektifkan hukum.
Apa yang dimaksud “budaya hukum” adalah keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana system hukum memperoleh tempatnya yang logis dalam kerangka budaya milik masyarakat umum. Budaya hukum bukan bukanlah apa yang secara kasar disebut opini public para antropolog, budaya itu tidak sekedar berarti himpunan fragmen-fragmen tingkah laku (pemikiran) yang saling terlepas, istilah budaya diartikan sebagai keseluruhan nilai sosial yang berhubungan dengan hukum (Soerjono Soekanto, hukum dan masyarakat universitas Airlangga 1977 : 2)
Apa yang dimaksud “budaya hukum” adalah keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana system hukum memperoleh tempatnya yang logis dalam kerangka budaya milik masyarakat umum. Budaya hukum bukan bukanlah apa yang secara kasar disebut opini public para antropolog, budaya itu tidak sekedar berarti himpunan fragmen-fragmen tingkah laku (pemikiran) yang saling terlepas, istilah budaya diartikan sebagai keseluruhan nilai sosial yang berhubungan dengan hukum (Soerjono Soekanto, hukum dan masyarakat universitas Airlangga 1977 : 2)
Sehubungan
dengan catatan tersebut diatas maka untuk pembahasan pembudayaan hukum hanya
akan dibatasi pada bagaimana membudayakan hukum yang dibuat dan diterapkan oleh
Pemerintah, inipun sifatnya teoritis.
Untuk memperoleh dasar pembicaraan maka perlu ditegaskan terlebih dahulu apa yang dinamakan hukum diperbagai bidang kehidupan masyarakat yang telah melembaga. Mengutip pendapat Van Kant, Apeldoorn pernah menyatakan bahwa hingga kini para yuris masih mencari definisi hukum tanpa hasil yang memuaskan, akan tetapi supaya pembicaraan tidak simpang siur, perlu adanya pegangan sementara oleh karena itu, maka dibawah ini akan diberikan beberapa arti hukum sebagaimana diberikan oleh masyarakat .
Untuk memperoleh dasar pembicaraan maka perlu ditegaskan terlebih dahulu apa yang dinamakan hukum diperbagai bidang kehidupan masyarakat yang telah melembaga. Mengutip pendapat Van Kant, Apeldoorn pernah menyatakan bahwa hingga kini para yuris masih mencari definisi hukum tanpa hasil yang memuaskan, akan tetapi supaya pembicaraan tidak simpang siur, perlu adanya pegangan sementara oleh karena itu, maka dibawah ini akan diberikan beberapa arti hukum sebagaimana diberikan oleh masyarakat .
Apabila ditelaah arti-arti yang berikan oleh masyarakat pada hukum maka dapat diidentifisir anggapan-anggapan sebagai berikut :
a. Hukum
sebagai suatu disiplin yaitu system ajaran – ajaran tentang hukum sebagai suatu
kenyataan.
b. Hukum sebagai ilmu yang mencakup ilmu kaedah dan ilmu pengetahuan
c. Hukum sebagai kaidah yaitu suatu pedoman mengenai priketuhanan yang sepantasnya atau yang diterapkan.
d. Hukum sebagai perilaku yaitu tingkah laku yang diwujudkan secara teratur.
e. Hukum sebagai pejabat atau penguasa
f. Hukum sebagai keputusan-keputusan pejabat atau penguasa.
g. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai atau konsep-kosep mengenai apa yang baik dan apa yang buruk.
h. Hukum sebagai tata hukum yaitu struktur hukum beserta unsur-unsurnya.
Sebagai suatu ilustrasi dapat dikemukakan apa yang digambarkan didalam repelita II Bab 27 sebagai fungsi hukum yaitu :
b. Hukum sebagai ilmu yang mencakup ilmu kaedah dan ilmu pengetahuan
c. Hukum sebagai kaidah yaitu suatu pedoman mengenai priketuhanan yang sepantasnya atau yang diterapkan.
d. Hukum sebagai perilaku yaitu tingkah laku yang diwujudkan secara teratur.
e. Hukum sebagai pejabat atau penguasa
f. Hukum sebagai keputusan-keputusan pejabat atau penguasa.
g. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai atau konsep-kosep mengenai apa yang baik dan apa yang buruk.
h. Hukum sebagai tata hukum yaitu struktur hukum beserta unsur-unsurnya.
Sebagai suatu ilustrasi dapat dikemukakan apa yang digambarkan didalam repelita II Bab 27 sebagai fungsi hukum yaitu :
” Pembinaan bidang hukum harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadaran hukum rakyat yang berkembang kearah kadernisasi menuju tempat kemajuan pembagunan disegala bidang sehngga tercapai ketertiban dan kepastian hukum untuk mewujudkan pembinaan kesatuan bangsa dibidang tata hukum.
Konsep pemberdayaan oleh M. Hers Kovets di artikan sebagai proses belajar baik melalui imitasi, sugesti, identifikasi, maupun simpati melalui ide-ide menyeber dari sumbernya sampai ide-ide tersebut diadapsi oleh warga-warga masyarakat kepada siapa ide-ide tadi ditujukan.
Apabila ditinjau dari sudut fungsinya maka hukum dapat berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengadakan pembaharuan dan juga sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial. Mana yang diutamakan senantiasa tergantung pada bidang kehidupan yang dipermasalahkan sehingga sering kali ke 3 fungsi tersebut berkaitan dengan eratnya.
Apabila perhatian dicurahkan pada fungsi hukum untuk memperlancar proses interaksi sosial maka hal itu berkaitan erat dengan masalah apakah orientasi pembentukan hukum tertuju pada pribadi atau tertuju pada perbuatannya. Perbedaan tersebut menerangkan bersifat akademis, akan tetapi dapat mempermudah mengadakan analisa terhadap masa pemberdayaan hukum dalam masyarakat.
Pada hukum yang tekanannya
diletakkan pada orientasi pribadi, timbullah masalah-masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana sikap dan perikelakuan seseorang
b. Apakah kemampuan-kemampuannya dan dimanakah batas-batas kemampuan tersebut
c. Bagaimanakah pandangan hidupnya dan pandangannya tentang pola-pola interaksi sosial.
Pada pembentukan hukum yang orientasinya tertuju pada perbuatan, maka fokus utamannya adalah apakah yang terjadi didalam kenyataan, menurut Arnold M. Rose, pola-pola interaksi sosial didalam masyarakat dapat digolongkan ke dalam :
1. Pola tradisional yang terjadi apabila warga masyarakat diperikelakuan terhadap warga-warga lainnya atas dasar norma dan kaidah dan nilai sama sebagaimana diajarkan oleh warga masyarakat.
2. Pola Audience yaitu interaksi yang didasarkan pada pengertian yang sama yang diajarkan oleh suatu sumber secara individual.
3. Pola publik yang merupakan interaksi yang didasarkan pada pengertian-pengertian sama yang diperoleh melalui komunikasi langsung.
4. Pola Crowd yakni interaksi yang didasarkan pada perasaan yang sama dan keadaan-keadaan fisiologis yang sama.
Hukum akan memperlancar proses interaksi pada masyarakatnya dengan pola traditional integrated group, apabila hukum yang berlaku buka merupakan hal yang baru, akan tetapi sudah merupakan unsur yang melembaga dalam masyarakat. Kalau dinterduser suatu sistem hukum baru, maka biasanya masyarakat mempunyai pola interaksi Audience atau publik, oleh karena itu sangatlah penting kedudukan dari para pelopor pembudayaan hukum dalam menggunakan cara-cara dan alat-alat komunikasi keadaan ini akan lebih sulit apabila hukum baru yang di introduser dimaksudkan untuk merubah nilai-nilai yang berlaku. Warga-warga masyarakat pada umumnya cenderung untuk bertingkah laku menurut suatu kerangka atau pola perilakuan yang sudah membudaya dan apabila timbul perbuatan yang melanggar hukum biasanya warga masyarakat berperilaku menurut sistem normatif yang dipelajarinya didalam kerangka sosial dan budaya.
Pemberdayaan hukum dalam masyarakat dapat mengalami hambatan-hambatan yang antara lain disebabkan karena kenyataan-kenyataan sebagai berikut :
a. Tata cara
atau prosedur hukum sangat lamban
b. Seringkali hukum dipergunakan untuk memecahkan kasus-kasus yang bersifat seketika.
c. Adanya asumsi yang kuat dikalangan hukum, bahwa hukum yang sesuai dengan sendirinya berlaku
d. Kewibawaan hukum sering kalah oleh kewibawaan bidang-bidang kehidupan lainnya.
e. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pembudayaan hukum.
f. Adanya kalangan-kalangan tertentu yang merasa dirinya tidak terikat pada hukum yang telah dibentuknya.
Dari beberapa hambatan-hambatan tersebut diatas, akan dapat mengurangi efektifitas pembudayaan hukum dalam masyarakat, apabila masyarakat majemuk yang mempunyai keanekaragaman secara politik ekonomis, sosial maupun kulturil oleh karena itu perlu adanya kesadaran masalah-masalah tersebut oleh karena itu tanpa adanya kesadaran dalam penerapan hukum didalam masyarakat, mungkin pada suatu saat hukum menjadi sarana yang sama sekali kehilangan kewibawaan maupun fungsinya.
b. Seringkali hukum dipergunakan untuk memecahkan kasus-kasus yang bersifat seketika.
c. Adanya asumsi yang kuat dikalangan hukum, bahwa hukum yang sesuai dengan sendirinya berlaku
d. Kewibawaan hukum sering kalah oleh kewibawaan bidang-bidang kehidupan lainnya.
e. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pembudayaan hukum.
f. Adanya kalangan-kalangan tertentu yang merasa dirinya tidak terikat pada hukum yang telah dibentuknya.
Dari beberapa hambatan-hambatan tersebut diatas, akan dapat mengurangi efektifitas pembudayaan hukum dalam masyarakat, apabila masyarakat majemuk yang mempunyai keanekaragaman secara politik ekonomis, sosial maupun kulturil oleh karena itu perlu adanya kesadaran masalah-masalah tersebut oleh karena itu tanpa adanya kesadaran dalam penerapan hukum didalam masyarakat, mungkin pada suatu saat hukum menjadi sarana yang sama sekali kehilangan kewibawaan maupun fungsinya.
3. Kesimpulan
Dari apa yang telah dijelaskan
secara garis besar tentang proses pemberdayaan hukum dalam masyarakat secara
teoritis maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Berhasil
tidaknya pembudayaan hukum dalam masyarakat, senantiasa tergantung pada
struktur masyarakat secara keseluruhan, terkait nilai-nilai hukum yang
dianutnya, bidang-bidang kehidupan sasaran budaya hukum, alat-alat dan cara
komunikasi huku, kwalitas pemimpin.
2.Terdapat suatu asumsi bahwa setiap warga masyarakat dianggap mengetahui hukum yang berlaku masalahnya apa benar demikian.
3. Masyarakat mematuhi hukum biasanya karena takut pada sanksi negatifnya untuk memelihara hubungan baik dengan pemerintah dan warga masyarakat lainnya.
2.Terdapat suatu asumsi bahwa setiap warga masyarakat dianggap mengetahui hukum yang berlaku masalahnya apa benar demikian.
3. Masyarakat mematuhi hukum biasanya karena takut pada sanksi negatifnya untuk memelihara hubungan baik dengan pemerintah dan warga masyarakat lainnya.
4. Saran-Saran
1.Pemberdayaan
hukum seyogyanya diarahkan pada kesesuaian antara hukum dengan nilai-nilai yang
dianut warga masyarakat, sebab ada nilai-nilai yang dengan tegas menunjang
budaya hukum.
2.Selama para warga masyarakat masih berpaling pada pemimpin-peminpinnya maka berhasil tidaknya pembudayaan hukum senantiasa dikaitkan dengan pembenaran teladan oleh pemimpin-pemimpinnya.
2.Selama para warga masyarakat masih berpaling pada pemimpin-peminpinnya maka berhasil tidaknya pembudayaan hukum senantiasa dikaitkan dengan pembenaran teladan oleh pemimpin-pemimpinnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar